Rabu, 22 April 2015

Khusus betina & telur (cikal bakal ayam ukuran 7 up) BAB II

Khusus betina & telur (cikal bakal
ayam ukuran 7 up)
BAB II
Faktor non infeksius
Pada kasus non infeksius ada 3
penyebab, antara lain :
Kualitas pullet
Pada kasus yang disebabkan oleh
kualitas pullet yang kurang baik
ditandai dengan ciri-ciri memiliki
berat badan dan keseragaman pullet
yang rendah. Keseragaman pullet
yang rendah ini dapat
mengakibatkan ketidakseragaman
awal produksi dan tidak seragamnya
ukuran telur yang dihasilkan. Ciri
lainnya, lamanya mencapai dewasa
kelamin sehingga awal produksi
menjadi terlambat. Adanya pullet
yang mempunyai jarak tulang pubis
yang sempit juga menjadi ciri
tersendiri yang mengakibatkan ayam
tersebut mempunyai ukuran telur
yang lebih kecil.
Nutrisi ransum dan air minum
Kualitas ransum yang buruk,
nutrisinya kurang atau tidak
seimbang serta ransum yang
mengandung zat racun/antinutrisi
dapat menyebabkan penurunan
produksi telur. Demikian halnya
dengan kecukupan air minum.
Menurut Clauer (2009), ayam petelur
yang tidak mengkonsumsi air minum
hanya selama beberapa jam, akan
berhenti berproduksi telur sampai
berminggu-minggu. Ukuran dan
berat telur juga dipengaruhi oleh
nutrisi ransum seperti protein, asam
amino tertentu seperti methionine
dan lysine, energi, lemak total dan
asam lemak esensial seperti asam
linoleat. Tidak terpenuhinya
kebutuhan dari salah satu nutrisi
tersebut melalui asupan ransum,
maka akan mengurangi berat telur.
Bahkan jika hal tersebut terjadi
pada petelur produksi sebelum
umur 40 minggu, bisa berakibat
pada penurunan jumlah produksi
telur.
Ayam petelur membutuhkan asupan
kalsium (Ca) yang cukup tinggi di
masa produksi. Jika sediaan Ca di
dalam tubuh ayam tidak tercukupi,
maka jumlah produksi akan menurun
dan pembentukan kerabang telur
pun dapat terganggu. Akibatnya
kerabang telur lembek. Asupan Ca
juga mempengaruhi warna kerabang
telur. Jika kadar Ca rendah atau
tidak cukup maka sekresi phorpyrin
saat pengecatan kerabang telur akan
berkurang akibatnya warna kulit
telur menjadi lebih putih.
Selain itu, harus diperhatikan pula
keseimbangan antara Ca dan P
(fosfor), dimana perbandingannya
adalah 5-6 : 1. Peranan Ca dan P
saling terkait dan mempunyai
hubungan yang menunjang satu
sama lain. Disamping itu
penggunaan Ca dan P akan lebih
efisien bila dalam ransum cukup
mengandung vitamin D. Vitamin D
ini diperlukan untuk mengabsorbsi
unsur Ca dan P dalam tubuh ayam.
Selain vitamin D, dibutuhkan pula
vitamin lain yang diperlukan untuk
menyusun telur dan mengantisipasi
efek stres yang mungkin timbul
sehingga mengganggu produksi
telur. Nutrisi yang juga penting
untuk diperhatikan kadarnya dalam
ransum ialah mineral garam (NaCl).
Pemberian kadar garam yang terlalu
tinggi atau terlalu rendah dapat
menurunkan produksi telur. Ayam
yang kurang mengkonsumsi garam
akan menunjukkan gejala rontok
bulu (mematuk ayam lain, mematuk
bulunya sendiri) atau mengalami
penurunan nafsu makan. Sebaliknya
ayam yang mengkonsumsi terlalu
banyak garam, akan meningkatkan
konsumsi air minumnya dan
menurunkan konsumsi ransum.
Akibatnya nutrisi yang dibutuhkan
untuk membentuk telur berkurang
dan penurunan produksi pun akan
terjadi. Berikan ransum dengan
kadar garam 0,3-0,4%
(www.daff.gov.za ).
Seringkali kasus ketidakseimbangan
nutrisi berdampak pada pencapaian
berat badan (BB) ayam yang tidak
sesuai dengan standar. Saat
memasuki masa produksi, ayam
dengan BB di bawah standar tidak
akan memulai produksi telur dan
jika berproduksi pun akan dihasilkan
telur berukuran kecil dalam waktu
yang relatif lama.
Bentuk telur kecil (abnormal)
(Sumber : Dok. Medion)
Selain itu, periode produksi menjadi
mundur dengan jumlah produksi
yang rendah. Begitu juga sebaliknya,
pertumbuhan BB yang melebihi
standar akan menyebabkan produksi
telur menjadi turun dengan ukuran
telur yang besar. Selain itu juga
sering memicu terjadinya kasus
prolapsus. Kejadian prolapsus
tentunya akan sangat berakibat fatal
karena berdampak pada kerusakan
permanen saluran telur sehingga
ayam berhenti berproduksi. Adanya
timbunan lemak tersebut juga akan
menghambat proses pembentukan
telur (produksi telur rendah).
Manajemen pemeliharaan
Kegagalan manajemen pemeliharaan
ayam petelur tak pelak lagi juga
mengakibatkan penurunan jumlah
produksi dan kualitas telur.
Tindakan manajemen tersebut
mencakup banyak hal, antara lain
sebagai berikut :
1. Kurangnya pencahayaaan atau
tidak cukupnya intensitas cahaya
Ayam petelur yang sudah memasuki
masa produksi telur, membutuhkan
16 jam pencahayaan untuk
memelihara jumlah produksi telur
tetap optimal. Faktor pencahayaan
saat masa pullet juga berhubungan
erat dengan pencapaian berat,
ukuran telur dan kematangan
saluran reproduksi. Secara umum
ayam yang mengalami kematangan
seksual terlalu dini (belum cukup
umur) akan memproduksi telur
dengan ukuran kecil. Demikian juga
sebaliknya ketika kematangan
seksual terlambat, maka ayam akan
memproduksi telur dengan ukuran
besar (abnormal).
Atur program pencahayaan dalam
kandang
(Sumber : www.trobos,com)
2. Faktor stres
Stres dapat menyebabkan turunnya
produksi telur. Stres yang biasa
terjadi meliputi stres akibat
perubahan cuaca/suhu (kedinginan
atau kepanansan), pindah kandang,
serangan parasit dan perlakuan
kasar. Stres yang ditimbulkan akibat
suara gaduh atau perlakuan kasar
dapat menyebabkan proses
pembentukkan kerabang telur tidak
berlangsung secara sempurna.
Kedinginan adalah stres yang paling
sering terjadi selama musim
penghujan. Dalam kondisi ini
pencahayaan berkurang dan
berakibat tidak terangsangnya
hormon reproduksi untuk
memproduksi telur.
Sebaliknya stres akibat cuaca panas,
menyebabkan ayam lebih banyak
minum dan mengurangi aktivitas
konsumsi ransum sehingga
kebutuhan nutrisi untuk
pembentukan telur tidak terpenuhi.
Kondisi ini dapat menyebabkan
produksi telur turun, demikian pula
dengan kualitasnya. Selama cuaca
panas, ayam akan melakukan
panting (megap-megap) sehingga
mengeluarkan banyak karbondioksida
(CO 2). Pada pembentukan telur, CO 2
diperlukan untuk membentuk
kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang
berguna untuk menyusun kerabang
telur. Akibat CO 2 berkurang maka
kerabang akan lebih tipis dan
mudah retak.
Mengatasi Berbagai Problematika
Produksi Telur
Berdasarkan berbagai faktor yang
telah dijabarkan di atas, maka
tindakan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah yang berkaitan
dengan produksi telur ialah :
Faktor infeksius
Untuk mengatasi masalah
penurunan produksi yang bekaitan
dengan faktor infeksius, dalam hal
ini kita harus mencegah terjadinya
infeksi penyakit melalui pelaksanaan
program vaksinasi dan penerapan
biosekuriti. Untuk mengatasi kasus
karena infeksi penyakit seperti ND,
AI, EDS dan IB, lakukan program
vaksinasi sesuai kondisi peternakan
setempat. Untuk ayam petelur yang
telah memasuki masa produksi,
sebaiknya lakukan pula monitoring
titer antibodi ND, AI, EDS dan IB
secara rutin.
Faktor noninfeksius
Perbaiki manajemen pemeliharaan
Lakukan kontrol berat badan (BB)
ketika periode starter dan grower
(pullet ) serta usahakan agar ayam
tidak terlalu gemuk atau terlalu
kurus (± 10% dari berat badan
standar)
Atur program pencahayaan. Telur
kecil yang disebabkan karena tingkat
kematangan seksual terlalu dini,
biasanya sulit untuk diatasi karena
organ reproduksinya sudah tidak
bisa diperbaiki lagi. Untuk
memperoleh telur dengan ukuran
yang optimal, jangan memberi
tambahan cahaya pada ayam
periode grower sebelum ayam
tersebut mencapai BB 1550-1600
gram (siap berproduksi)
Ciptakan kondisi yang nyaman
selama masa pemeliharaan.
Sediakan air minum dan tempat
minum dalam jumlah yang cukup,
buka tirai lebar-lebar, pasang kipas
angin, ganti sekam yang basah, dan
lakukan penyemprotan kandang
dengan menggunakan desinfektan
seperti Antisep atau Neo Antisep.
Selain itu juga harus menghindarkan
dan meminimalkan faktor penyebab
stres pada ayam seperti cuaca panas
atau suara gaduh. Jika perlu, ayam
dipuasakan makan 1-2 jam selama
cuaca panas pada siang hari untuk
mengurangi panas yang dikeluarkan
oleh tubuhnya
Ciptakan kondisi kandang yang
nyaman untuk ayam
(Sumber : Dok. Medion)
Penuhi kebutuhan nutrisi ransum
Berikan ransum dengan nutrisi yang
sesuai kebutuhan ayam di tiap
periode pemeliharaannya terutama
untuk kandungan protein, asam
amino, energi, asam lemak, kalsium,
fosfor dan vitamin D (karena sangat
berperan pada pembentukan telur).
Untuk mengatasi kekurangan Ca,
dapat ditambahkan grit (tepung
kulit kerang) dalam ransum. Grit
merupakan sumber kalsium yang
baik. Pada ayam petelur umur 3-10
minggu, grit diberikan sebanyak 3 g/
ekor/hari, dengan ukuran grit
berdiameter 2-3 mm. Sedangkan
pada umur > 10 minggu, berikan grit
sebanyak 4-5 g/ekor/hari dengan
ukuran grit berdiameter 3-5 mm
Perlu diingat juga bahwa
penyerapan Ca oleh tubuh ayam
dipengaruhi oleh kecukupan vitamin
D. Oleh sebab itu selain pemberian
grit , perlu ditambahkan juga
suplemen vitamin seperti Strong Egg
atau Egg Stimulant. Egg Stimulant
juga berguna untuk mempercepat
tercapainya produksi telur yang
maksimal sekaligus mempertahankan
produksi telur tetap tinggi. Selain
itu, suplementasi asam amino
(methionine dan lysine), khususnya
yang terkandung dalam Aminovit
dan Top Mix mampu menambah
produksi dan berat telur. Bila
kualitas ransum kurang baik,
tambahkan Top Mix untuk
meningkatkan kualitasnya.
Mempertahankan produksi telur
sesuai dengan standar memang
membutuhkan berbagai tindakan
penanganan yang tepat. Jika
peternak merasakan mulai terjadi
penurunan produksi telur, segera
lakukan anamnesa disertai dengan
pembacaan recording produksi
sebagai langkah awal diagnosa. Pada
penurunan produksi yang
disebabkan oleh faktor infeksi
penyakit, langkah selanjutnya ialah
dengan mengamati gejala klinis yang
tampak, perubahan patologi anatomi
yang terjadi dan lakukan
pemeriksaan uji laboratorium untuk
meneguhkan diagnosa. Langkah-
langkah tersebut penting dilakukan
untuk mendeteksi secara dini
penyebab turunnya produksi
sehingga dapat dilakukan
penanganan lebih lanjut melalui
program antisipasi yang tepat.
Salam.
BY : Admin MAOL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar